Monday, January 12, 2009

Akhir-akhir ini, rasanya aku malas sekali untuk melihat berita. Bagaimana tidak, setiap harinya terpampang berita-berita yang 'itu-itu' saja. Kalau tidak mengenai Kriminal,Korupsi, Demo 'ini-itu, Penggusuran, Kenaikan harga minyak, kemiskinan, kelaparan, hingga (yang lagi nge-trand sekarang) mengenai Bursa saham dan krisis ekonomi global. Benar-benar membuat sebuah kejemuan yang kini semakin meningkat. Padahal, sebagai orang yang bergelut di dunia jurnalistik. Seharusnya berita-berita seperti itulah yang sebaiknya ku 'santap'.

Tapi, otakku benar-benar tak dapat menampung semua permasalahan itu. Seolah ingin berteriak, meneriakkan kata "STOP" "HENTIKAN SEMUA ITU". Bisa-bisa aku menjadi gila kalau harus mengikuti satu persatu permasalah yang ada di Negriku yang tengah terseok-seok ini. Ingin rasanya aku menangis, menangisi bumi pertiwiku kini yang tak lagi damai dirasakan. Tapi aku hanya bisa menatap miris melihat kemerosotan-kemerosotan bangsa ini.

Yang semakin membuatku bertambah miris adalah, kemerosotan yang paling mencolok dari negeri ini adalah kemerosotan MORAL-MORAL para bibit unggul negri ini. Moral-moral telah dibuang jauh-jauh dari kehidupan bermasyarakat. Sehingga tak ada lagi rasa menghormati akan pendapat orang lain, semaunya dalam bertindak, dan menganggap dirinya adalah yang paling benar, bukan orang lain.

Mahasiswa. Mereka dipanggil dengan gelar kaum terpelajar, kaum intelektual, yang mengemban ilmu pengetahuan lebih baik. Namun, kekurang moral dari mereka membuat kepintaran dan intelektual yang mereka punya sama sekali tidak berguna. Mereka sama saja dengan sekawanan srigala yang saling memangsa untuk mendapatkan sebuah kekuasaan dan pengakuan dari 'penghuni' negeri ini, pengakuan akan kepintaran mereka, pengakuan akan keberadaan mereka untuk mengawasi gerak-gerik pemerintah. Pengakuan kalau merekalah yang telah berjasa 'memerdekakan' bangsa ini dari Kediktaktoran sang penguasa Orde Baru.

Benar.... tak ada yang salah akan kenyataan itu. Bahwa berkat mahasiswalah bangsa ini dapat merasakan sedikit (amat sedikit) udara kebebasan dan apa yang disebut kemerdekaan. Namun sayang, jasa-jasa yang telah mereka lakukan seolah menjadi sebuah patokan bahwa merekalah yang harus didengar. Akibat dari semua itu, mahasiswa menjadi lupa akan apa yang sebenarnya mereka perjuangkan. Apa yang telah mereka korbankan seolah sia-sia karena kemerdekaan yang mereka elu-elukan harus terwujud hanyalah sebuah fatamorgana belaka. Kemerdekaan yang mereka ciptakan hanyalah sebuah batu loncatan untuk kemunduran negara ini.

Mengapa aku berkata demikian?? BUkan berarti aku sentimen dengan mahasiswa, bukan. Aku sendiri adalah seorang mahasiswi, jadi tak mungkin rasanya aku tak merasa bangga akan apa yang telah dan pernah diperjuangkan oleh 'kaun' seperti ku. Namuns ekali lagi ku tegaskan, semua yang kini diperjuangkan oleh mahasiswa hanyalah sebuah mimpi-mimpi tanpa sebuah bukti konkret untuk mewujudkannya. Seolah hanya berkoar-koar tanpa mau ikut serta dalam menciptakan kemerdekaan yang hakiki itu.

Daaaannnn kini.. lihatlah, bukan sebuah pemandangan yang aneh kalau mahasiswa tawuran dengan sesama rekan atau "kaum"nya yang dulu sama-sama berteriak akan kemerdekaan negri ini. Mahasiswa malah menjadi biang yang menciptakan ketidak nyamanan dan ketidak-merdekaan pada masyarakat negri ini. Yang amat menggelikan, tawuran itu terjadi akibat masalah yang amat sepele. Masalah yang tak seharusnya menjadikan kaum-kaum terpelajar itu bak suku bar-bar yang tidak bermoral dan berIlmu. Sunggung amat memilukan, ketika bangsa ini kelak akan dipimpin oleh mereka-mereka yang tak pernah Berfikir menggunakan AKAL-nya sebelum bertidak.

Aku berkata seperti ini, sekali lagi bukan karena aku sentimen kepada sesama rekanku, para mahasiswa. AKu hanya sedih melihat kalian,teman. Menjadi sangat tak beraturan, merugikan banyak orang,tak hanya pihak universitas, bahkan warga yang mempunyai hak untuk mendapatkan ketenangan di negeri ini.

INGAT, bukan hakMu untuk merusak hak orang lain, apa lagi hak itu menyangkut nyawa dan kehidupan orang banyak, khususnya di negri ini.

Maka sudah sepantasnyalah kita kembali pada arti perjuangan itu. Dan mengerti akan apa yang kita perjuangkan. Bukan hanya sekedar menuntuk agar negeri ini semakin membaik, tetapi bersama-sama mencari jalan agar negri ini semakin berjaya. Karena seperti pribahasa yang sering kita dengar saan sekolah dulu "seikat lidi lebih baik dari pada sebatang lidi saja." Karena dengan semakin banyak lidi itu akan memudahkan kita untuk membersihkan kotoran, sampah ataupun gangguan yang ada di hadapan kita.


GO FREEDOM.. MERDEKAAAAAAAAAAAAAAAA !!!!!!!!!!

TETAP TAK MAMPU BERUBAH

Bandung, Januari 2009

Awal tahun... hem, rasanya tak ada yang istimewa yang ku lalui di tahun kemarin, pun di tahun ini. Dimana semua orang merencanakan ataupun memproklamirkan resolusi dirinya di tahun ini, tidak demikian dengan diriku. Semua berjalan seperti biasanya, lambat, bahkan sangat lamban. Aku tak mampu berkejaran dengan waktu yang semakin meninggalkanku dalam lubang keterpurukan diri yang ku gali sendiri. Aku tetap tak mau keluar dari lubang yang semakin dalam ini.

Lelah rasanya menunggu sepasang tangan yang terulur untuk menolongku keluar dari lubang ini. Semakin aku berharap, rasanya semakin sia-sia asa yang ku pupuk setiap harinya. Semakin tak kunjung tiba sebuah keajaiban itu. Dan aku semakin merasa lelah, bahkan hanya untuk menggerakkan kakiku agar merangkak naik melewati dasar lubang ini. Rasanya entah sudah berapa masa yang ku lewati untuk tetap berdiam di dalam lubang duka dan dilema hasil ciptaanku sendiri. Lubang yang kuharapkan dapat lebih mengenali diriku sendiri yang berteman dengan semua duka ini. Namun aku jadi semakin larut menikmati ketidakberdayaan ini. Aku semakin dimanjakan oleh rasa sakit dan penat ini, hingga tak adalagi tenaga yang tersisa untuk melawan semua kemalasan dan kepenatan ini. Mencoba pasrah, tapi rasanya lebih tepat kalau disebut menyerah sebelum berperang mati-matian.

Tahun terus berganti, musim pun sudah beberapa kali ku lewati, namun aku masih tetap terpaku di sini. Tak ada sedikitpun rencana apalagi deklarasi resolusi untuk memperbaiki diri. semua kuserahkan pada waktu, angin, dan matahari, yang mungkin masih berkenan menemani ketidak pastianku ini. Orang-orang pun semakin berlari, tapi aku hanya tetap menatapi jejak-jejak langkah yang mereka tinggalkan tadi. Menciumi harum semangat yang berkobar-kobar, tanpa sedikitpun menghinggapi rongga paru-paru agar sedikit mempengaruhi kecepatan langkah kakiku. Tetap hanya terpaku.

Lelah, sekalilagi benar-benar lelah. Menanti diri ini berubah dan benar-benar terobati. Menanti sepasang tangan yang akan terulur mengangkatku pergi dari lubang "PECUNDANG" ini. Aku masih menanti, mungkin untuk waktu yang akan lama, sampai aku sendiri benar-benar dapat menyadari kalau "HIDUP HANYA HARI INI, BUKAN BESOK ATAU NANTI".

"UNTUK SEBUAH ASA TANPA TITIK NADIR dalam JIWA HAMPA PENUH DOSA"