Monday, December 22, 2008

CURHAT 2 ..


Bagaimana kau akan memulai cintaMu dengan Kebohongan,
Bukan membohongi dia, tetapi membohongi diriMu sendiri
Kau akan merasa benar-benar berkorban untuk dia bahagia,
Tapi sesungguhnya kau hanya ingin agar kau mendapatkannya
Bukan benar-benar mencintai Dia,
karena sesungguhnya kau tak pernah benar-benar mencintai diriMu sendiri...


CURHAT...

Benci dan Sayang itu suatu pilihan
Cinta dan Ketulusan itu sebuah perasaan

Mungkin akan lebih mudah merasa tulus
ketika kita tahu orang itu mencintai kita,
Tetapi sangat sulit memilih menyayangi
kepada orang yang membenci kita

Sayang bukan sesuatu yang harus diartikan cinta, akan tetapi
Cinta akan selalu menjadikan kita Tulus

Namun, "sayang" akan Benci,
tak akan pernah membuat kita tulus untuk mencintai

Friday, November 21, 2008

Bandung, 21 November 2008

Malam menjelang subuh, dini hari. Mata ku masih terjaga menatapi layar computer yang sedari tadi menampilkan barisan-barisan kata. Sedang tanganku dengan ‘ligatnya’ menekan huruf demi huruf di keyboard komputerku. Rasanya lelah dan keram otot-otot pinggul serta pundakku, tak mengurangi semangatku untuk mengukir kata demi kata di kanvas putih yang ada di layar monitorku.

Kenangan demi kenangan masa laluku, serasa berkejar-kejaran di otakku, berebut untuk segera di tumpahkan dalam kanvas itu. Namun semakin aku ingin melimpahkan semuanya, semakin bertambah banyak kenangan itu hingga membuat urat ‘batok’ku terasa bak ditarik keluar. Akhirnya ku tahan satu oersatu kenangan itu, agar dapat perlahan ku ketik dan ku rangkai dengan benar.

(Dumai, 2003)
-Bulai Mei-
Bulan ini adalah bulan yang amat berat bagiku, juga bagi keluargaku. Bagaimana tidak, pada bulan itu orang yang kusayangi dan guru bagiku harus PERGI menghadap penciptanya. Papa, begitulah aku memanggil beliau. Setelah berjuang melawan penyakit yang dideritanya hampir (lebih kurang) 6 bulan, papa akhirnya harus menyerah. Kanker Paru-paru stadium 4, memang bukan tandingannya. Sebuah penyakit yang amat ‘tangguh’ untuk terus bertengger menggerogoti satu demi satu bagian tubuh si ‘empunya’.

Ditambah lagi dengan keterlambatan papa mengetahui penyakit yang dideritanya. Kalau banyak yang mengatakan kalau Dokter Indonesia tidak dapat diandalkan untuk mengetahui gejala penyakit yang didera pasien. Untuk kasus papa dapat dengan pasti ku katakan pernyataan itu adalah BENAR. Bagaimana tidak, setelah memeriksakan sakit pinggangnya (itu awal gejala yang dirasakan papa) kepada Dokter di rumah sakit swasta TERKENAL di Jakarta, lalu kemudian kepada seorang yang bergelar PROFESOR, papa hanya mengetahui kalau dia HANYA menderita PENGAPURAN dan …. pada pinggulnya. Sehingga hal itu menyebabkan papa tak dapat menggerakkan kakinya dengan baik.

Namun, dengan banyaknya resep obat yang KATANYA dapat mengurangi penyakit tersebut, hasil yang didapat hanya ZERO alias NOL. Malah terlihat semakin parah. Hingga akhirnya papa DIPAKSA memeriksakan diri ke NEGERI TETANGGA, MALAKA. Dan hasilnya benar-benar sangat SPEKTAKULER dan MENGEJUTKAN, papa sudah mengidap KANKER PARU-PARU tingkat 4. Penyakit itu diketahui setelah melakukan check Up seluruh badan, TIDAK HANYA PADA BAGIAN YANG SAKIT SAJA. Dengan kenyataan itu pihak RS tak dapat berbuat banyak, selain HANYA memberikan obat untuk MENGURANGI kesakitan yang akan dirasakan papa. HANYA MENGURANGI bukan MENYEMBUHKAN apalagi MENGHILANGKAN.

Benar-benar kenyataan yang menyakitkan, sekaligus meninggalkan PENYESALAN yang tak berujung. Muncul kata-kata SEANDAINYA, KALAUSAJA yang berseliweran di kepala kami, keluarga papa. Ya.. Seandainya kami lebih cepat memeriksakan papa ke RS NEGERI TETANGGA itu, pastinya penyakit papa dapat ditanggulangi dengan baik. Ya.. kalausaja DOKTER-DOKTER di NEGERI ini bisa sedeikit lebih serius menangani pasien mereka, walau hanya datang kepada mereka dengan keluhan SAKIT PINGGANG.

Kadang pertanyaan muncul. Mengapa kita HARUS LEBIH PERCAYA dengan pengobatan NEGARA LAIN dari pada di NEGERI sendiri. Mengapa kita harus membayar lebih MAHAL BANGSA LAIN untuk mendapatkan sebuah KENYATAAN. Apakah bangsa lain lebih peduli dari pada bangsa kita sendiri???

Entahlah… yang jelas apa yang aku alami hanya sepenggal cerita DUKA dan TRAGIS dari banyak cerita-cerita serupa lainnya. Cerita yang hanya dijadikan cerita tanpa satupun PELAJARAN yang dapat dipetik dari sana. Tapi, semoga saja cerita sedih ini suatu saat akan menjadi cerita bahagia, karena tak akan lagi ada kejadian serupa nantinya. I HOPE !!!

(Dumai,2005)
-Bulan Juni-
Seorang gadis kecil usia 13 tahun sedang terbaring lemah di sebuah Rumah Sakit Umum di Dumai. Badannya seolah tak berdaya untuk digerakkan, sekujur tubuhnya serasa akan rapuh dan sakit itu terus menerus menyerang sendi-sendi raganya.

Ia sudah di sana selama 1 minggu. Sudah banyak obat yang diberikan kepadanya. Namun suhu tubuhnya seolah tetap membakarnya. Panas yang mencapai 40 derajat Celcius membuatnya semakin tak berdaya. Benar-benar menguji kesabarannya dalam menerima komunikasi tuhan yang paling dekat padanya. Mencoba terus ikhlas sampai ia tak merasakan kesakitannya lagi.

Ketika memasuki hari ke-8, si gadis kecil itu sudah tak sanggup lagi menahan ‘penderitaannya’ itu. Iapun akhirnya mengalah, dengan sebuah senyuman terdamai yang pernah dia berikan. Senyuman untuk kedua orang tuanya, kakak perempuannya, serta adik kecilnya. Iapun berkata, kalau dia benar-benar tak sanggup lagi melawan kesakitan yang dirasakannya. Dia ingin berhenti berjuang hanya sampai saat itu saja.

Dan akhirnya ketika orang-orang di sekitarnya baru saja akan berjuang menyelamatkannya, mempertahankan agar ia tetap berada di sisi mereka. Si gadis kecil pun pergi untuk selama-lamanya, pergi melayang menuju alam abadi bersama bidadari-bidadari yang kan menjaganya.

Gadis itu pergi, setelah diketahui apa yang tengah dideritanya. Gadis itu pergi ketika dia baru saja akan ditolong. 8 hari yang panjang, 8 hari yang sangat melelahkan raganya. 8 hari yang cukup lama untuk mengetahui bahwa ia sebenarnya mengidap DEMAM BERDARAH. 8 hari, dimana dia hanya diberi obat penurun panas dan tak satupun tindakan pencegahan atau penanggulangan akan penyakitnya. 8 hari dimana dia hanya dianggap mengidap demam biasa, lalu kemudian berganti TIPUS.

Dan Gadis kecil itu pergi untuk selama-lamanya, ketika dia akan di pindahkan ke Rumah sakit yang bersedia menanganinya. Rumah Sakit yang harus ditempuhnya selama 6 jam perjalanan darat. Benar-benar miris, hanya karena terlambat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Gadis kecil itu pergi... sekali lagi bukan karena terlambat untuk di bawa ke Rumah Sakit, namun terlambat untuk segera dirujuk ke Rumah Sakit yang memang mampu dan sanggup MENOLONGnya...

Thursday, November 20, 2008

Bandung, November 2008

Aku meminta hati ini tetap mencintaiMu
namun aku salah... Ternyata cintaku tak sebesar Cintanya,
padaMu...

Wanita itu,
dia mungkin lebih menderita dari pada aku...
Jiwanya pastilah lebih terluka daripada jiwaku
dan rindunya,
mungkin lebih mendalam daripada rinduku padaMu

Lalu,
apa memang pantas aku meminta hatiMu
sedangkan untuk memperjuangkan diriMu saja
aku tak sanggup melakukannya...
Tak seperti wanita itu,
yang sedaya upayanya mempertahankan keberadaanMu
di sisinya...

Aku mungkin tak lebih pantas mendapatkan cinta itu
cinta yang betul-betul tulus tuk saling memiliki
Aku mungkin tak lebih layak mendapat tempat di sisiMu
di mana kebahagiaan abadi kan selalu mengharumi nurani...

Kini aku sadar akan semua itu,
dan hanya satu yang aku harapkan untuk terakhir kalinya
yaitu, semoga keikhlasan ini dapat ku persembahkan
untuk kebahagiaanMu dan wanita itu...

Sekarang, Nanti, dan untuk selamanya

Walau ini terasa berat untukku
aku akan terus mencoba dan berusaha
karena, hanya dengan inilah
aku dapat merasakan kebahagiaanMu...

(for someone in Heaven with His Angel)

Tuesday, October 21, 2008

"SELAMAT JALAN SAHABAT..."



"Sahabat... kau akan selalu menjadi teman dalam hidupku. semua tentangmu akan selalu berada di buku memori perjalanan hidupku. Persahabatan kita, semua yang pernah kita lalui bersama. Pertengkaran kecil, tertawa dan menangis bersama, pernah kita lalui dan rasakan juga. Darimu lah aku mengenal betapa indahnya persahabatan itu.

Namun maafkan aku, hingga kepergianmu hari ini aku masih tak sempat menemuimu. bahkan mengantarmu hingga ke tempat peristirahatanmu yang terakhir. Sahabat, aku akan terus menemani kepergianmu, bersama doa yang ku hantarkan dari sini. Doa agar kau diterima di sisi sang Pencipta, Allah swt.

Untuk sahabat terbaikku IRMA PRATIWI ASIH. SEMOGA KAU BAHAGIA DAN DAMAI DI SANA. dan AKU DISINI TAK AKAN PERNAH MELUPAKAN DIRIMU...

SELAMAT JALAN SAHABATKU.."

Saturday, July 19, 2008

Cerita dari Negeri Mimpi

Ada sebuah cerita dari negri mimpi. Cerita tentang sebuah putri tidur yang selalu bermimpi akan bertemu dengan seorang pangeran yang akan menolongnya bangun dan menikahinya di kemudian hari.Namun mimpi hanyalah sebuah mimpi, setiap kali ia bangun dari mimpinya, maka tiap kali itu pula ia akan bersedih karena kecewa. Sebab penantiannya akan seorang pangeran, tak ubahnya bak punduk merindukan bulan.

Negri mimpinya hanyalah gambaran akan mimpi yang ia punya, hingga suatu saat sang putri tidur beranjak pergi dari negrinya itu. Mencari kehidupan di luar tempat ia tinggal selama ini. Ya, Ia sangat menginginkan penjelasan mengapa mimpinya tak kunjung terwujud.

Maka pergilah ia berkelana mencari jawaban akan pertanyaannya itu. Sampai pada suatu hari, sang putri yang saat itu sedang berada di sebuah desa yang indah nan permai. Di desa itu ia merasakan suasana yang sangat berbeda dari tempat dimana ia tinggal sebelumnya, negri mimpi. Di sana ia melihat pemandangan yang sama sekali belum pernah ia lihat.

Keindahan desa itu tak cukup mampu menutupi apa yang menimpa para penghuni desa itu. Desa yang dari awal dirasakan sang putri tidur adalah desa yang nyaman dan tentram di mana masyarakatnya akan hidup nyaman dan damai. Ia salah, dan dia sadar bahwa keindahan desa itu hanyalah sebuah kamuflase belaka. Desa itu tak ubahnya sebuah sangkar emas yang menutupi para tawanan yang ada di dalamnya. Bagaimana tidak, ketika putri tidur berjalan di sebuah pesawahan, ia melihat sekelompok orang dengan berlumuran lumpur,sedang menggarap lahan sawah yang bukan milik mereka. Tubuh-tubuh kurus nan renta mereka, mencerminkan dengan jelas bagaimana penghidupan mereka selama ini. Ketika sang putri melangkahkan kakinya ke sebuah pasar rakyat di tengah kota, betapa terkejutnya ia ketika melihat sekumpulan orang dengan pakaian compang camping sedang duduk berjejeran dengan sebuah kaleng kecil di depan mereka. Mereka mengucapkan berbagai kalimat rayuan yang bernada pilu dan menyayat hati. membuat hati siapa pun yang mendengar permintaan mereka itu menjadi simpatik dan langsung memberikan apa yang mereka pinta itu. Dan betapa seringnya sang putri melihat banyak dari mereka yang berlalu lalang di sekitar mereka, tak ambil peduli dengan apa yang mereka lihat.

Sang putri berjalan lagi menuju sebuah rumah besar. seperti puri tempat raja-raja tinggal. Sangat kontras dengan pemandangan yang sebelumnya ia lihat. Ketika sang putri mencoba masuk, betapa terperanjatnya ia melihat isi dari puri itu. Di sana berjejer makanan-makanan lezat dan bermacam anggur berkualitas. Sengaja disuguhkan pada raja dan tamu-tamu dari luar kerajaannya. Selain itu budak-budak dan hamba sahaya dengan peluh kepatuhan melayani mereka semua. Ada keterpaksaan yang luarbiasa dapat terlihat dari wajah-wajah mereka yang keletihan. Namun raja dan para tetamu dengan riang bahagianya tertawa bersama.

putri tidur seolah tak percaya dengan apa yang di saksikannya di desa ini. Bagaimana tidak, keadaan di puri ini sangat kontras sekali dengan apa yang dilihatnya di sawah dan di pasar.Hingga putri tidur sama sekali lupa dengan tujuan awalnya berkelana -mencari seorang pangeran yang mau mempersuntingnya- Pantaslah kalau apa yang selama ini diimpikan putri tidur tak tercapai juga, Ia seolah terbangun dari tidur panjangnya. Terbangun akan kenyataan, bahwa tak akan ada lagi negri mimpi dan pangeran yang akan membawanya pada kebahagiaan. Karena kebahagiaan sama sekali tak pernah dirasakan di negrinya ini (Bersambung..)

Friday, June 27, 2008

KARENA DIA AKU INGIN, KARENA DIA MALAIKATKU



Rasanya baru kemarin aku berjalan berdua bersamanya. Menjelajahi bebukitan yang tinggi menuju puncak kebahagiaan. Entahlah, bagaikan sebuah mimpi semua hilang berlalu begitu saja. Semua jejak langkah kaki kami pun tak lagi kudapatkan.

Pria itu, yang pertama kali ku temukan duduk di puncak bukit itu. Ketika awal musim lalu aku memutuskan mendaki puncak di kotaku. Pria itu ku dapati sedang duduk terdiam sendiri, memandingi kaki langit yang terbentang luas di hadapannya. Aku sejenak terdiam, terpaku melihat kejadian itu. Jujur saja. jarang sekali aku bertemu seseorang di atas bukit itu. Apa lagi seseorang itu melakukan "ritual"-begitu sebutanku untuk kegiatan di atas sana- yang selama ini telah menjadi kegiatan rutinku,apa lagi ketika aku memang sedang ingin sendiri, mendamaikan hatiku yang kadang sering tak menentu.

Kesepian yang kudapati dari atas bukit itu, membuatku menjadi teman dan nyaman berada di sana berlama-lama. Dan sekarang betapa aku tertegun karena mendapati tak hanya aku saja satu-satunya mahkluk yang menyandarkan hatinya di bebukitan sunyi ini.

"Em... maaf, sedang apa ya di sini?" tak sadar ucapanku ku lontarkan, bukan dia saja yang kaget mendengarnya. Bahkan aku sendiripun kaget mendengar suaraku yang keluar tanpa kusadari sebelumnya. Pria itu seketika langsung berdiri, sejenak merapihkan celananya yang kotor akibat duduk di tanah yang agak lembab. Kemudian tanpa ku duga dia tersenyum. Senyuman yang amat manis dan menenangkan hati, kombinasi yang amat pas dengan matanya yang tajam agak sipit bagai burung elang. Semakin menawan. Itu penilaianku pertama kali saat bertemu dengannya.

"Saya tadinya sedang berjalan-jalan. Tanpa sengaja saya sampai di tempat ini. Saya rasa nyaman di sini dan memutuskan untuk berdiam sejenak untuk menikmati pemandangan dari atas sini" ujarnya dengan suara yang berat. Nggak nyangka sih pria itu akan bersuara seperti itu. tapi sudahlah, cukup penilaian ku pada pria asing di hadapanku itu. "Kalau kamu sendiri. sedang apa di sini?" tanyanya kembali padaku. Sepintas lalu dia seperti melihat ke belakang ku, mungkin menyangka akan ada orang lain selain diriku sendiri yang ada di sana. itu dugaanku.

"Oh.. kalo gw emang sering ke bukit ini. Bisa di bilang ini bukit gw."jelasku dengan nada sedikit penekanan pada kata "bukit gw". Pria itu tertawa pelan, tampak lesung pipit di pipi kanannya.duh, lagi-lagi aku menilai penampilan pria menawan itu. Jujur aku tak bisa lepas untuk mengamati tiap sisi-sisi wajahnya yang bagiku cukup perfect sebagai seorang cowok.

"Bukit kamu?" ulangnya lagi untuk memperjelas pernyataannku. tepatnya maksud pernyataanku. Yap, wajar saja dia mempertanyakan itu, sejak kapan bukit ini ada pemiliknya? bukit ini pastinya punya orang banyak, dan aku dengan kePeDean yang full menyebuk "bukit gw". Aku tak tingagl diam dengan pertanyaannya itu. karena bagiku ini memang tempat kepunyaan ku. Karena memang sejak 3 tahun belakangan ini tak pernah ada orang yang datang ke tempat itu. Setidaknya itu yang ku dapati selama aku menghabiskan waktu di sana. Jadi dapat ku simpulkan dengan tepat, kalo tak ada seorangpun orang yang mau menuju ke situ. Walaupun demikian tempat di atas bukit itu memang sangat nyaman. Udaranya sejuk dengan pepohonan yang masih rindang dan kokoh berdiri menghembuskan angin dingin yang seketika menemani kita menikmati pemandangan kota Bandung.

"Ya, ini memang bukit gw. Karena dari dulu memang hanya gw yang datang ke tempat ini." tegasku.

Pria itu segera berjalan mendekatiku. Aku sedikit mundur, curiga dengan kedatangannya. jangan-jangan pria menawan ini punya maksud jahat terhadapku. itu pikiran terburukku. Dengan sedikit sikap berjaga-jaga dari segala kemungkinan yang terjadi, aku berdiri bak menantang kedatangannya. Kembali pria itu tersenyum seraya mengulurkan tangannya untuk bersalaman,"Aku Bagus." Tapi ajakannya untuk bersalaman tak langsung ku tanggapi, ada kecurigaan yang menghampiri hatiku. Apa maksud dari jabatan itu.

Seolah mengerti sikapku itu, dia lalu berkata meyakinkan, "aku nggak punya maksud jahat kok, aku hanya ingin berteman." ujarnya.

Melihat ketulusan di wajahnya yang memang sudah memukauku dari awal bertemu tadi, aku pun segera menyambut jabatan tangannya.

Dari saat itu, Bagas, pria misterius yang ku temukan di atas bukit ini, menjadi teman sejatiku berbagi suka dan duka, atau hanya sekedar menghabiskan waktu berjam-jam menikmati pemandangan kota Bandung yang tak pernah bosan-bosannya di pandang.

Semakin lama semakin aku tau kalau dia pria yang sangat menyenangkan. Keramahan dan kepeduliannya akan masalah2 ku selalu dikemasnya dengan senyuman yang menenangkan hatiku. Tanpa ku sadari Bagas menjadi drugs untukku melepaskan semua permasalahan yang kuhadapi. Kesedihan yang kurasakan, seolah hilang dengan bertemu dengannya. hari-hariku semakin indah, kebersamaan dengannya menjadi saat2 yang selalu kutunggu-tunggu. Waktu serasa cepat berlalu ketika kami berdua di atas bukit itu, dan seketika waktu menjadi amat lambat ketika aku tak bertemu dengannya.Dan yang jelas terlihat senyuman selalu menghiasi wajahku, begitu komentar orang-orang di sekitarku. Seolah aku terlahir kembali dengan setumpuk keceriaan yang entah dari mana sumbernya.

Seketika itu juga aku menjadi Bagaskholik. Aku kecanduan pada kehadiran Bagas di dekatku. Hingga aku sama sekali tak sadar kalau aku sendiri tidak mengenalnya secara pribadi. Maksudnya, selama aku bersamanya tak satupun yang ku tau tentangnya. Di mana rumahnya, telponnya, tanggal lahirnya, Dia benar-benar menjadi pria misterius ku.

Entah mengapa bisa begitu, setiap bertemu dengannya aku seolah terhipnotis dengan perasaan senang yang memuncak karena di dekatnya. Dengan dia bisa mendengarkan semua cerita-ceritaku atau hanya duduk diam seharian di atas sana, tak masalah bagiku. Itu sudah cukup.

Sampai pada suatu Minggu pagi, di mana seperti biasanya aku dan Bagas bertemu di bukit itu. Aku tak lagi mendapatkan dirinya duduk di tepi bukit itu. Di sana hanya terhampar pemandangan dan kaki-kaki langit yang terhampar luas. kosong, seketika perasaan itu menusuk ke hatiku. Tiba-tiba jantungku berdertak kencang, tanpa tau apa sebabnya. Perasaannku serasa cemas, entah mengapa ada rasa takut kalau aku takkan bertemu dengan Bagas lagi. Aku berlari ke ujung bukit itu, rasanya ingin berteriak memanggil Bagas, agar segera hadir. Atau berteriak untuk sekedar melepaskan kecemasanku yang tak beralasan ini. Namun seketika mataku menatap sebuah batu yang sedang menghimpit selembar kertas berwarna biru muda. Aku tertegun,diam. Ingin memungut kertas itu, tapi ada kata hatiku yang mengatakan "jangan kau lakukan". Tapi perasaan penasaranku lebih besar untuk mengalahkan kata hatiku itu. Segera ku ambil dan ku baca baris perbaris kalimatnya, kata demi kata ku eja agar tak satu hurufpun terlewatkan.

Setelah habis membacanya, kakiku seakan lemah tak ada penopang. Tulang-tulangku serasa remuk. Aku terduduk lunglai, dengan tangan masih memegang kertas biru muda itu. Air mataku yang dari tadi menggenang kini tercurah bak air bandang. Aku menangis sejadi-jadinya, menumpahkan semua rasa cemas, sepi, yang tadi ku rasakan. Lalu sejam kemudian aku diam, hanya menatapi hamparan putih biru, awan-awan di hadapanku. Aku tak ingin berkata apa-apa, tak ingin berfikir apapun, hanya diam tanpa air mata yang tak lagi mengalir.

Kemudian aku tersenyum,Mengerti dengan semua yang terjadi. INI TAKDIR KU! itu kesimpulanku. Dia yang datang dan pergi, tak mungkin dapat ku tahan apa yang akan terjadi. Dan tangisan ini memang tak berarti, tak merubah semua yang terjadi. Bagas memang telah pergi, bersama dedaunan yang dibawa angin sore itu. Tapi aku bahagia karena saat terakhir ku bersamanya kami berjalan bersama menuruni bukit ini. Karena selama kami bersama, hal itu tak pernah kami lakukan. Mungkin itulah tanda darinya, tanda akan kepergiannya yang hanya meninggalkan sebuah surat berisi :

"Malaikat datang dan pergi bersama peri-peri yang menanti bukit ini.
Di sana ia mendapatkan sekuntum bunga yang hampir mati melayu karena tak
satupun matahari mampu menghidupkannya kembali. Sang Malaikat berkata
dalam hati,Bunga itu harus ku rawat samapai ia benar-benar tumbuh untuk
dapat mengharumkan bukit ini kembali. Di mana harumnya kan terbawa angin
hingga ke kota itu. Kini bunga itu telah tumbuh kembali, keceriaan terpancar
darinya, dan Sang malaikat pun harus segera pergi bersama peri-peri yang
menanti bukit ini."

Dan kau pasti tau kalau bunga itu adalah dirimu, bunga yang paling berharga
di hatiku Bunga kebahagiaan sejatiku, maaf kalau aku harus pergi karena
waktuku memang tak banyak untuk bisa terus menemanimu.

"Bagas"

Sunday, May 11, 2008

Pusing...gara-gara....GARING!!!

"Kapan Kelar Kuliah???", lagi-lagi itu pertanyaan yang aku terima dari mereka. Duuuhhhh..sumpah pusing..sebel..kesal...sedih.. semua bercampur jadi satu. Pengen marah tapi mau gimana lagi, itulah yang PASTI di dapatkan setiap MAHASISWA/i tingkat akhir...yang nggak tau kapan berakhir (miris)

Sudah tradisi, S1 menjadi sebuah perjalanan panjang untuk mendapatkan sebuah gelar "terhormat" di masyarakat. enta sudah suatu keharusan atau sebuah tradisi, kalau perjuangannya harus di dramatisir oleh oknum2 berkedok Dosen pembimbing. "oknum" itulah sebutan mereka, aku tak menyalahkan mereka dengan keadaannya seperti itu. Bisa jadi praktek "balas dendam" dan alasan lainnya, menjadi sebuah awal mengapa mereka seperti itu.

Yang lucunya... ada kalimat "Yah... begitulah kuliah, kalo mau skripsi harus sabar mengerjakannya!"... dammmmb... GARING bgt!!! klasik dan JADUL sekali. Kesabaran manusia ada batasnya, dan aku tidak tau sesabar apa harus menghadapi episode terakhir cerita "Sripsi-skripsian" ini. sepertinya persediaan kesabaran ku semakin menipis. Adakah yang menjualnya, agar dapat terisi penuh kembali.

Hufff... andainya mereka-mereka itu mengerti betapa ingin pecahnya kepala ini, pasti mereka tak akan bertanya lagi. TAPI pertanyaannya... WHO CARE? "Itu seh derita loe, dan loe memang harus menjalaninya. Bukan dengan menangis, atau mengais!"

Addddooooowwwwww..... GUSTI Allah... salah apa hambaMu ini?? Salam menentukan Judul, atau Salah mendapatkan "oknum"... Atau memeng beginilah keadaan semua orang (khususnya yang sama mengalami hal ini)

akkhhhh.....
"kapan kelar kuliah??",
jawab ku," oh tenang aja... bulan mai ntar... mai be kelar, mai be melar..."

GAs..oh Gas..., dimanakah kamu berada??

Benar-benar gile kuadrat deh... udah nggak tau lagi mau bilang apa. Heran bgt deh... mosok bisa seh GAS elpiji hilang di Bumi pertiwi ini?? emang siapa sih yang udah ngeborong gas... banyak banget yach duit-nya??? busyeet dah!!!

Bisa-bisanya beli gas pakai daftar antrian, kayak beli obat di apotek atau beli karcis buat nonton..(hahahahaha -tertawa miris-)

Alhasil, setelah minyak naik, dan kini gas menghilang... kayaknya bakal kembali ke jaman purba aja kali ye.masak pake kayu (duh Gusti..gusti, bener2 deh). Nggak tau ini namanya derita atau deri..taaaa, mau masak aja suesaaahhhh-nya minta ampun. Mana "kampung tengah" terus menerus minta diisi. Malah, nasi goreng aja sekarang udah mahaaaallll bgt (itulan makanan alternatif anak kostan yang paling murah meriah -tinggal kenangan-)

Yah..wellcome to my Country, yang tetap ku Cintai walo udah nggak jelas lagi, apa bisa di sebut negara ato hanya tempat sekumpulan orang-orang berkuasa yang mengisap darah sekuampulan orang-orang tertindas di bawah kekuasaannya.

Kalo udah kejadian kayak gini, kayaknya semua orang saling menyalahkan... malah yang lucu bgt, malah nyalahin Si Minyak Dunia... istilah Inflasi lah... padahal kan kalo emang niat buat kepentingan bersama... apa sih yang nggak bisa ditanggulangi di Dunia ini. "Tak ada yang tak mungkin", mungkin itu yang sering ku dengar kalau seseorang telah berputus asa akan satu keadaan dirinya yang paling menyedihkan.

Tapi untuk masalah ini.. bukan pernyataan itu tepatnya.. tapi seharusnya.."Tak ada gas, tak Mungki!!" Karena bagaimanapun juga, nyatanya PERTAMINA masih terus memproduksi gas untuk negeri ini.

LALU KE MANA PERGINYA GAS-GAS itu??
ADAKAH YANG TAHU???


pesan dan saran: kalau Gas jadi langka, sebaiknya mulailah dari sekarang untuk melestarikannya ^-^

Wednesday, January 16, 2008

MENGAPA AKU DI SINI

..Mengapa aku di sini? Mungik itulah sebuah pertanyaan yang masih belum dapat ku temukan jawabannya. Menyedihkan, karena semakin aku mencari jawabannya. Semakin mengertilah aku bahwa disini aku sama sekali tak mempunyai tujuan. Tepatnya aku hanya melangkah tanpa pasti dan tujuan yang aku sendiri mengerti.

Teman, maupun seseorang yang dapat meringankan beban di hatiku benar-benar tak kumiliki. Aku sangat merindukan orang-orang yang dapat menghilangkan lelah dan penat hati ini. Aku ingin bertemu lagi orangorang yang mampu membuat aku tertawa lepas, tanpa harus takut terbebani dengan apa yang akan terjadi nanti. Melepaskan semua keresahan hati ini. Aku benar-benar merindukan orang-orang itu. Namun kini aku benar-benar sendiri, sendiri menapaki jalan yang aku sendiri tak pernah tau mau menuju ke mana.

Aku bukanlah lagi diriku. Mungkin sebagian jiwaku telah pergi entah ke mana. Mungkinterbang bersama sebuah harapan kebahagiaan yang telah ku lepaskan. Dua tahun telah berlalu tanpa sedikitpun perubahan untuk menuju lebih baik. Kini aku benar-benar bukan manusia yang berguna. Dan sekali lagi aku benar-benar tidak mempunyai tujuan, mengapa aku di sini?

Aku seolah-olah membiarkan diriku larut dalam kesedihan yang sudah tak kurasakan lagi. Aku membiarkan diriku benar-benar hanyut terbawa arus ketideak sadaran. Keinginan untuk berubah semakin lama semakin menjauh dari ku. Aku kini bagai sebuah mayat hidup yang tidak memiliki kepastian akan melangkah ke mana. Aku benar-benar penat dengan keadaan ini. Tapi aku tak tau harus berbuat apa. Akankah ada seseorang yang mampu membawaku kepada kesadaran yang sebenarnya. Membawaku pada tujuanku semula…

Ooooooohhh.. aku benar-benar telah penat.. penat..dan penat…
Keluhan demi keluhan terus ku lantunkan bak syair sedih bagi pujangga merana. Apa yang harus ku perbuat???
Apa???Apa???
TOLONG JAWAB pertanyaanku ini???
Bagaimana aku harus memulainya kembali?
Bagaimana aku dapat kembali menuju jalan awal yang ku tapaki dulu..??

AAAAAAAAAakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk…