Saturday, July 17, 2010

YANG TAK PERNAH BISA MENCINTAI MU

Baiknya kau melepas diri ku…
Yang tak pernah bisa mencintai Mu…
Seharusnya tak ku simpan iba ini…
Yang membuat mu terluka…

Alunan merdu suara ‘Ady’, Sang vokalis Naff Band bergema di ruang kamar kecilku. Lagu itu membuat perasaanku gelisah tak menentu. Aku teringat kembali semua peristiwa itu, Bagai sebuah proyektor yang memutar ulang semua peristiwa lalu. Jelas, semua masih jelas dalam ingatan ku, bagai baru terjadi kemarin.
“Ga… Tunggu, aku mau bicara sebentar sama kamu, penting… Please, tunggu aku.” Pinta cowok di belakang ku, setengah mengejar . Tapi tak sedikitpun niat ku untuk mengurangi kecepatan langkah kakiku, berusaha agar secepatnya bisa hilang dari hadapan cowok jangkung di belakangku itu.
Cowok itu adalah ‘Bowo’ Si Ketua OSIS di sekolah ku, dia pintar dan baik pada semua orang. Sudah satu bulan ini aku dan Bowo menjadi sepasang Romeo en Juliet atau yang bahasa kerennya ‘pacaran’.
Aku sangat sayang padanya, begitu juga sebaliknya. Tapi tidak untuk hari ini, Ya… tepatnya satu minggu terakhir ini. Aku merasa ada yang ganjil dengan hubungan kami sehingga aku selalu berusaha tidak menampakkan mukaku di hadapannya. Dan sangat jelas, sikapku ini membuatnya bingung.
“Ga…Tolong berhenti sebentar, aku janji sebentar saja setelah semuanya jelas.” Kata Bowo memohon, tapi aku tetap tidak memperdulikannya.
Begitulah yang terjadi setiap hari di sekolah, semua teman-temanku bingung melihat kami berdua.
“Ga, ada apa sih antara kamu dengan Bowo??” Tanya Ani sobatku bingung.
“Em… gak ada apa-apa kok, aku cuma malas aja ketemu dia.” Jawabku asal.
“Lho kok gitu, kenapa kamu nggak ngomong baik-baik sama dia, khan kasihan dia, kayak orang nagih hutang aja.” Kata Ani membujuk.
“Biarin ajalah Ni, kan nanti juga dia bosan sendiri. Lagian aku malas harus membicarakan masalah ini sekarang.” Elakku, seraya pergi meninggalkan Ani dengan rasa penasarannya.
Tak cuma Ani saja yang menanyakan hal itu, tetapi hampir semua teman di kelasku menanyakan hal yang sama. Dan sampai akhirnya aku merasa bosan dengan pertanyaan yang itu-itu saja.
“Udah deh kalian nggak usah ikut campur dengan urusanku, aku tau apa yang aku lakukan.” Jawabku ketus sangking kesalnya. Dan akhirnya teman-temanku tahu kalau aku sedang tidak mau diganggu.

Satu minggu telah berlalu, tapi Bowo tak sedikitpun menyerah untuk menjumpai dan meminta penjelasan atas sikapku selama ini. Aku sendiri heran dan salut dengan sikapnya itu. Aku semakin bosan dan akhirnya mengambil keputusan akan membicarakan dan menyelesaikan semuanya
“Biar tenang!!” Batinku dalam hati.
Dan keesokan harinya sepulang sekolah, aku langsung menuju ke kelas Bowo untuk menemuinya. Dia kaget sekali ketika melihat aku berdiri di depan kelasnya. Dia tersenyum manis kearah ku.
“Ga, aku yakin kalau pada akhirnya kamu mau menjelaskan semua yang terjadi. Aku benar-benar nggak mengerti kenapam kamu bersikap aneh, seakan kamu menghindar setiap kali berjumpa denganku.” Tanya Bowo bingung.
“Em… maaf Wo, akhir-akhir ini aku sibuk, ada masalah di rumah.” Ujarku berbohong.
“Ga, kalau ada masalah kenapa tidak membicarakannya padaku. Aku siap dan dengan senang hati menampung masalahmu.” Tawar Bowo tulus.
“Maaf Wo, aku nggak bisa menceritakan masalahku ini pada kamu, tapi sudahlah, sekarang kamu mau ngga nemanin aku ke kantin, ada yang ingin aku bicarakan ke kamu.” Ajak ku ragu. Ku lihat raut muka Bowo berubah jadi bingung, tapi ia tetap mengikuti ku juga.
Sesampainya di kantin aku sengaja mengambil meja yang terletak di sudut dan sunyi. Suasana siang itu memang agak sepi, maklum jam pulang sekolah !!
“Em Wo, Sebenarnya ada yang ingin aku sampaikan. Hal ini yang selalu membuatku resah dan dihantui rasa bersalah.” Kataku memulai percakapan dengan mengumpulkan keberanian penuh.
“Tentang apa Ga??” Tanya Bowo bingung, membuat aku ragu untuk menyampaikan semuanya. Tatapan itu meluluhkan hatiku, membuat aku iba seakan ia memohon pada ku.
“Tapi harus…Aku harus bisa” Tekat ku dalam hati, “Wo, terus terang aku sayang sekali sama kamu...” Aku sengaja menggantungkan kata- kataku, menunggu reaksinya. Sejenak aku diam, kembali menyusun kata-kata seindah mungkin agar ia tidak tersinggung.
“Tapi… jujur ku katakan, aku… Aku tak pernah bisa mencintaimu.” Kata-kataku keluar dengan sendirinya membuat aku sendiri tak percaya sanggup mengucapkannya. Sungguh... ini di luar kesadaranku.
Teggg… terdengar suara benda keras beradu, ternyata sendok yang Bowo pegang untuk makan bakso tadi terlepas dari genggamannya karena kaget. Aku tahu suaraku yang seperti angin itu terdengar seperti petir di telinga Bowo.
“A… Apa Ga. Apakah aku salah dengar tadi??” Tanya Bowo setengah berharap bahwa apa yang barusan didengarnya adalah salah.
“Tidak Wo, kamu ngga salah dengar dan aku ngga salah mengatakannya, itulah yang sebenarnya terjadi, Wo.” ujarku lirih. Sungguh tak sanggup aku menatapnya, sekarang aku hanya tertunduk tak berdaya.
“Ega… Kamu cuma bercanda kan? Kenapa kamu Ga, apa maksud semua ini, apa salah ku Ga?? Tolong… tolong kamu jelaskan semua ini !!” Bowo benar- benar tidak mengerti, dan ia butuh sekali penjelasan dari Ega, sekarang.
“Maafkan aku Wo, semua ini ku lakukan demi kebaikan kita berdua. Aku sudah tak ingin membohongi kamu lagi.” Terang ku.
“Maksud kamu apa, Ga?? Kamu membohongi aku?” Tanya Bowo masih tidak mengerti.
“Wo, sebenarnya aku menerimamu dulu karena aku tidak ingin melihatmu terluka. Kamu terlalu baik, Wo. Awalnya aku berfikir, suatu saat dengan selalu bersamamu aku akan belajar dan dapat mencintaimu. Tapi aku salah Wo, semakin lama aku bersama mu, perasaanku semakin merasa bersalah. Aku bukan saja telah membohongi dirimu tapi juga membohongi diriku sendiri.” Kataku lagi.
“Aku nggak nyangka Ga, kamu tega berbuat itu pada ku. Kamu tahukan kalau aku amat mencintaimu. Jadi selama ini kamu hanya bersandiwara mencintaiku??”
“Tidak Wo, aku tidak pernah bermaksud melukai mu. Aku benar-benar ngga ingin mengecewakanmu.” Kata ku membela diri.
“Hah… jadi kamu menganggap kalau ini adalah yang terbaik bagi diriku, Ga?? Nggak, Kamu salah besar Ga, dengan cara seperti ini aku sangat dan semakin kecewa.” Kata Bowo ketus. Dia benar-benar marah padaku. Dia berlari meninggalkan aku yang sedang berperang dengan perasaanku sendiri. Aku hanya dapat menatap kepergiannya hingga tubuhnya menjauh dan menghilang di tikungan lorong sekolah.
Aku tersenyum, senyum yang sangat pahit dan pedih, senyum yang ku persembahkan untuk kelukaan hati ku sendiri.
“It’s over. Semua sudah berakhir dan kini kau tahu semua yang sebenarnya, semua perasaanku pada mu. Maafkan aku, Wo.” Ujarku lemah.
Aku berjalan lunglai meninggalkan kantin, membawa setumpuk perasaan bersalah dan berdosa. Aku sadar kalau aku telah melukai Bowo, orang yang amat mencintai aku.

Aku tersadar dari lamunan panjangku. Masih terdengar nyanyian merdu Naff yang ternyata masih mengalun lembut di ruang kamar ku…
Maafkan lah… Diri ku…
Yang telah melukai perasaan Mu…
Maafkan lah… Salah ku…
Semoga kau dapat memaafkan Ku…


Maafkan aku karena telah lama tak mengunjungimu,
Bukan aku lupa padamu, bukan pula aku mengabaikanmu...
Aku hanya tak mampu berjalan menuju tempat terakhirmu,
Menatap ke arah pusaramu dan merasakan perih karena tak dapat menatapmu..
Mengingat aku tak sempat bertemu denganmu,
Semua itu membuat langkah kakiku menjadi kaku...

Maafkan aku karena telah lama tak mengunjungimu
Bukan aku tak ingat padamu, disini aku selalu mendoakanmu
Betapapun sedihnya aku, aku tau semua takkan bisa terulang
Waktu ini hanya dapat ku gunakan untuk meminta maafmu
dan mengirimkan sepenggal kenangan bersamamu

Maafkan aku karena telah lama tak mengunjungimu...
Alfatihah...

Semoga Kau Adalah Jawaban dari Doa-DoaKu

Memang kau bukan yang pertama ada di dalam hatiku...
Aku tau, telah ada seseorang yang mengisi dan meninggalkan kekosongan dalam jiwa ini...
Aku berdoa, agar Tuhan mau mengirimkan seseorang yang membawa semua kesedihan dan kekosongan ini... aku berdoa, agar Tuhan sedikit saja memberikan kepercayaan akan ada seseorang yang menjagaku dari kesedihan ini...

Yah, kau datang... membantuku menyusun semua luka-luka ini..
Kau datang, mengulurkan tanganmu untuk membantuku berdiri...
dan meminjamkan bahumu untuk tempatku bersandar ketika lelah akan semua kesedihan ini..

Aku belum bahagia... tapi aku yakinkan kalau aku Bersyukur akan adanya dirimu...
Kau mungkin jawaban atas semua doa-doa yang kupanjatkan...
Penyembuh luka yang entah seberapa lebarnya terkoyak...
Kau memang bukan yang pertama hadir di hatiku,, tapi semoga kau menjadi yang terakhir yang memegang kunci hatiku..

Semoga Kau adalah Jawaban dari Doa-Doaku... amiiiinnn...