Friday, November 21, 2008

Bandung, 21 November 2008

Malam menjelang subuh, dini hari. Mata ku masih terjaga menatapi layar computer yang sedari tadi menampilkan barisan-barisan kata. Sedang tanganku dengan ‘ligatnya’ menekan huruf demi huruf di keyboard komputerku. Rasanya lelah dan keram otot-otot pinggul serta pundakku, tak mengurangi semangatku untuk mengukir kata demi kata di kanvas putih yang ada di layar monitorku.

Kenangan demi kenangan masa laluku, serasa berkejar-kejaran di otakku, berebut untuk segera di tumpahkan dalam kanvas itu. Namun semakin aku ingin melimpahkan semuanya, semakin bertambah banyak kenangan itu hingga membuat urat ‘batok’ku terasa bak ditarik keluar. Akhirnya ku tahan satu oersatu kenangan itu, agar dapat perlahan ku ketik dan ku rangkai dengan benar.

(Dumai, 2003)
-Bulai Mei-
Bulan ini adalah bulan yang amat berat bagiku, juga bagi keluargaku. Bagaimana tidak, pada bulan itu orang yang kusayangi dan guru bagiku harus PERGI menghadap penciptanya. Papa, begitulah aku memanggil beliau. Setelah berjuang melawan penyakit yang dideritanya hampir (lebih kurang) 6 bulan, papa akhirnya harus menyerah. Kanker Paru-paru stadium 4, memang bukan tandingannya. Sebuah penyakit yang amat ‘tangguh’ untuk terus bertengger menggerogoti satu demi satu bagian tubuh si ‘empunya’.

Ditambah lagi dengan keterlambatan papa mengetahui penyakit yang dideritanya. Kalau banyak yang mengatakan kalau Dokter Indonesia tidak dapat diandalkan untuk mengetahui gejala penyakit yang didera pasien. Untuk kasus papa dapat dengan pasti ku katakan pernyataan itu adalah BENAR. Bagaimana tidak, setelah memeriksakan sakit pinggangnya (itu awal gejala yang dirasakan papa) kepada Dokter di rumah sakit swasta TERKENAL di Jakarta, lalu kemudian kepada seorang yang bergelar PROFESOR, papa hanya mengetahui kalau dia HANYA menderita PENGAPURAN dan …. pada pinggulnya. Sehingga hal itu menyebabkan papa tak dapat menggerakkan kakinya dengan baik.

Namun, dengan banyaknya resep obat yang KATANYA dapat mengurangi penyakit tersebut, hasil yang didapat hanya ZERO alias NOL. Malah terlihat semakin parah. Hingga akhirnya papa DIPAKSA memeriksakan diri ke NEGERI TETANGGA, MALAKA. Dan hasilnya benar-benar sangat SPEKTAKULER dan MENGEJUTKAN, papa sudah mengidap KANKER PARU-PARU tingkat 4. Penyakit itu diketahui setelah melakukan check Up seluruh badan, TIDAK HANYA PADA BAGIAN YANG SAKIT SAJA. Dengan kenyataan itu pihak RS tak dapat berbuat banyak, selain HANYA memberikan obat untuk MENGURANGI kesakitan yang akan dirasakan papa. HANYA MENGURANGI bukan MENYEMBUHKAN apalagi MENGHILANGKAN.

Benar-benar kenyataan yang menyakitkan, sekaligus meninggalkan PENYESALAN yang tak berujung. Muncul kata-kata SEANDAINYA, KALAUSAJA yang berseliweran di kepala kami, keluarga papa. Ya.. Seandainya kami lebih cepat memeriksakan papa ke RS NEGERI TETANGGA itu, pastinya penyakit papa dapat ditanggulangi dengan baik. Ya.. kalausaja DOKTER-DOKTER di NEGERI ini bisa sedeikit lebih serius menangani pasien mereka, walau hanya datang kepada mereka dengan keluhan SAKIT PINGGANG.

Kadang pertanyaan muncul. Mengapa kita HARUS LEBIH PERCAYA dengan pengobatan NEGARA LAIN dari pada di NEGERI sendiri. Mengapa kita harus membayar lebih MAHAL BANGSA LAIN untuk mendapatkan sebuah KENYATAAN. Apakah bangsa lain lebih peduli dari pada bangsa kita sendiri???

Entahlah… yang jelas apa yang aku alami hanya sepenggal cerita DUKA dan TRAGIS dari banyak cerita-cerita serupa lainnya. Cerita yang hanya dijadikan cerita tanpa satupun PELAJARAN yang dapat dipetik dari sana. Tapi, semoga saja cerita sedih ini suatu saat akan menjadi cerita bahagia, karena tak akan lagi ada kejadian serupa nantinya. I HOPE !!!

(Dumai,2005)
-Bulan Juni-
Seorang gadis kecil usia 13 tahun sedang terbaring lemah di sebuah Rumah Sakit Umum di Dumai. Badannya seolah tak berdaya untuk digerakkan, sekujur tubuhnya serasa akan rapuh dan sakit itu terus menerus menyerang sendi-sendi raganya.

Ia sudah di sana selama 1 minggu. Sudah banyak obat yang diberikan kepadanya. Namun suhu tubuhnya seolah tetap membakarnya. Panas yang mencapai 40 derajat Celcius membuatnya semakin tak berdaya. Benar-benar menguji kesabarannya dalam menerima komunikasi tuhan yang paling dekat padanya. Mencoba terus ikhlas sampai ia tak merasakan kesakitannya lagi.

Ketika memasuki hari ke-8, si gadis kecil itu sudah tak sanggup lagi menahan ‘penderitaannya’ itu. Iapun akhirnya mengalah, dengan sebuah senyuman terdamai yang pernah dia berikan. Senyuman untuk kedua orang tuanya, kakak perempuannya, serta adik kecilnya. Iapun berkata, kalau dia benar-benar tak sanggup lagi melawan kesakitan yang dirasakannya. Dia ingin berhenti berjuang hanya sampai saat itu saja.

Dan akhirnya ketika orang-orang di sekitarnya baru saja akan berjuang menyelamatkannya, mempertahankan agar ia tetap berada di sisi mereka. Si gadis kecil pun pergi untuk selama-lamanya, pergi melayang menuju alam abadi bersama bidadari-bidadari yang kan menjaganya.

Gadis itu pergi, setelah diketahui apa yang tengah dideritanya. Gadis itu pergi ketika dia baru saja akan ditolong. 8 hari yang panjang, 8 hari yang sangat melelahkan raganya. 8 hari yang cukup lama untuk mengetahui bahwa ia sebenarnya mengidap DEMAM BERDARAH. 8 hari, dimana dia hanya diberi obat penurun panas dan tak satupun tindakan pencegahan atau penanggulangan akan penyakitnya. 8 hari dimana dia hanya dianggap mengidap demam biasa, lalu kemudian berganti TIPUS.

Dan Gadis kecil itu pergi untuk selama-lamanya, ketika dia akan di pindahkan ke Rumah sakit yang bersedia menanganinya. Rumah Sakit yang harus ditempuhnya selama 6 jam perjalanan darat. Benar-benar miris, hanya karena terlambat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Gadis kecil itu pergi... sekali lagi bukan karena terlambat untuk di bawa ke Rumah Sakit, namun terlambat untuk segera dirujuk ke Rumah Sakit yang memang mampu dan sanggup MENOLONGnya...

Thursday, November 20, 2008

Bandung, November 2008

Aku meminta hati ini tetap mencintaiMu
namun aku salah... Ternyata cintaku tak sebesar Cintanya,
padaMu...

Wanita itu,
dia mungkin lebih menderita dari pada aku...
Jiwanya pastilah lebih terluka daripada jiwaku
dan rindunya,
mungkin lebih mendalam daripada rinduku padaMu

Lalu,
apa memang pantas aku meminta hatiMu
sedangkan untuk memperjuangkan diriMu saja
aku tak sanggup melakukannya...
Tak seperti wanita itu,
yang sedaya upayanya mempertahankan keberadaanMu
di sisinya...

Aku mungkin tak lebih pantas mendapatkan cinta itu
cinta yang betul-betul tulus tuk saling memiliki
Aku mungkin tak lebih layak mendapat tempat di sisiMu
di mana kebahagiaan abadi kan selalu mengharumi nurani...

Kini aku sadar akan semua itu,
dan hanya satu yang aku harapkan untuk terakhir kalinya
yaitu, semoga keikhlasan ini dapat ku persembahkan
untuk kebahagiaanMu dan wanita itu...

Sekarang, Nanti, dan untuk selamanya

Walau ini terasa berat untukku
aku akan terus mencoba dan berusaha
karena, hanya dengan inilah
aku dapat merasakan kebahagiaanMu...

(for someone in Heaven with His Angel)