Berawal dari mendapatkan sebuah email berantai dari seorang teman, yang berjudul "Bagaimana Merekonstruksi Masa Depan Bangsa Ini?". Berisikan bagaimana tantangan yang dihadapi Sumber Daya Manusia kita semakin mengkhawatirkan saja. Khususnya dalam konteks mempersiapkan generasi masa depan. Mengutip isi pesan tersebut "generasi muda kita dinina bobokan oleh buaian hura-hura secara membabi buta."
Membaca isi pesan tersebut, saya kembali mengingat sebuah pertanyaan yang pernah terlintas di fikiran saya. Pertanyaan yang tak sempat mendapat jawaban atau pun penjelasan selanjutnya, pertanyaan yang saya biarkan seiring dengan "rasa tak perduli" dari orang-orang yang seharusnya peduli. Saya memikirkan, sesungguhnya betapa berat peran sebuah media massa di negara ini. Tak hanya sebagai penyampai informasi belaka, namun -harusnya- lebih dari itu, 'MEMBELAJARKAN MASYARAKAT", dimana masyarakat belajar melalui media (apapun) yang dilihatnya.
Namun melihat kenyataannya, tampaknya media kita harus lebih banyak berkaca dan berbenah diri. Sistem kapitalis atau lebih mencari untung sebesar-besarnya, atau sekedar siapa yang banyak ditonton masayarakat, benar-benar menambah buruk keadaan negara ini.Tidak menyalahkan untuk mengambil untung sebesar-besarnya (sah-sah saja pastinya), namun harus didukung pula dengan hakekat mengapa media massa itu harus ada, yaitu hakekat dasar sebagai membelajarkan masyarakat.
Sesungguhnya, bukankah menciptakan masyarakat (khususnya generasi NOTHING) adalah dosa sebuah media massa. Betapa-sebenarnya- dosa itu harus dipikul sampai akhirnya menghancurkan sebuah negara. Betapa riskan, setiap hari media massa menyuguhkan informasi yang sedikit sekali nilai edukatif. Kebanyakan adalah yang bersifat "ngga masuk akal" dan lebih parahnya "membodohi" masyarakat. Massa di'cekoki' dengan isu-isu yang belum jelas kebenarannya, seolah ingin membentuk opini publik, media massa malah me'mineset' setiap pikiran masyarakatnya dengan ketidak adilan dan ketidak bahagiaan, dan dengan seEnaknya mengatas namakan REALITA.
Infotainment menambah buruk situasi, dengan gosip-gosip ngga penting tentang seorang artis, yang entah apalah hubungannya dengan masyarakat (dalihnya sih untuk konsumsi fans, dan fans harus tau). WHAT??? lalu dimana letak PRIVASI sebagai manusia, kalau semua harus di"telanjangi" sampai ke akar-akarnya. Tentang pernikahan si ini, perceraian si itu, si dia yang hamil di luar nikah... oh my GOD, betapa ironinya semua ini. Bagaimana semua itu akan mencadi cerminan masyarakat negara ini, remaja-remaja zaman ini. Lucunya lagi, bermunculan bak jamur di musim hujan,plagiat-plagiat televisi. Tidak di sinetron, pun di acara-acar kuis atau acara realita. Benar-benar ngga kreatif, menjiplak-plak-plak ide film-film terkenal, acara-acara terkenal di luar negeri, lalu merubah adegan/dialoh atau mengganti nama acara/judulnya saja. Tapi dari semua itu yang paling TRAGIS, semua itu diLEGALKAN dan disiarkan oleh stasiun televisi swasta terkemuka yang HARUSNYA PINTAR dan TAHU kalu itu adalah sebuah penjiplakan.
Tak cukup dengan itu, dunia FILM pun ketularan dengan menampilkan cerita-cerita ngga masuk akal dan lebih tepatnya "sampah" belaka. Mulai dari kehidupan remaja jaman sekarang (yang katanya begitulah keadaannya di masyarakat). Bukankah kalau memang kenyataannya seperti itu hendaknya diberi nilai pembelajaran untuk memperbaiki bukan malah hanya menjual cerita di masyarakat dan menjadi pelajaran tidak baik di kalangan remaja sendiri. Adalagi cerita-cerita HOROR yang katanya diangkat dari urban legend (yang entak berasal dari mana). Yang anehnya pada genre ini, adegan yang dipertontonkan tidak ada kaitannya dengan cerita yang ditawarkan. Adegan2 fulgar dan berani, lebih banyak ditampilkan. JADI sebenarnya para sineas itu berimajinasi HOROR atau PORNO? Masyarakat (khususnya kaum remaja) berbondong-bondong mengantri tiket, membayar dengan mahal untuks ebuah film yang sama sekali tidak mendidik (bukankah itu sama saja dengan MERAMPOK secara TERANG-TERANGAN,ya??)
Dan kini mulai pula dengan persaingan dunia penyiaran berita (News). Bagai ajang IDOL, semua berlomba menjadi siapa yang paling lengkap atau "deep investigation" dalam mengangkat sebuah kasus di negara ini. Tak jarang malah "menghalalkan" HIPORBOLA a.k.a LEBAY dalam penyampaiannya. Semua itu hanya demi satu tujuan yaitu KEUNTUNGAN dan RATTING teratas di kategorinya. Tak ada lagi yang namanya news media yang tak berpihak, yang menyampaikan kebenaran sesungguhnya tanpa harus MENGHAKIMI pihak manapun, media yang seharusnya memberi PILIHAN pada penonton untuk memberi KESIMPULAN, bukan MENGAJAK BERKESIMPULAN SAMA.
LUCU, tapi tak dapat tertawa. Itulah yang saya rasakan ketika membaca email yang saya dapatkan itu. Lucu karena "mereka" semua menjadi badut tontonan yang "berusaha" menghibur masyarakat. Namun sayang, semua hiburan itu tidak dapat saya nikmati karena dibalik itu semua, ada yang telah dikorbankan yaitu GENERASI MUDA yang kelak akan mamikul beban negara ini.
Dari semua itu, pertanyaan yang muncul kembali adalah "Apakah "mereka" (media massa,red) tahu akan dosa yang telah mereka lakukan itu, atau mereka tahu tapi bersikap tidak mau tahu??" Memang sih "katanya" masyarakat cukup pintar untuk memilih dan mencerna informasi dari media massa, tapi teori memang bagai sebuah sisi mata uang yang berbeda, kenyataannya tidaklah demikian. Ternyata masyarakat lebih pintar untuk LEBIH MEMILIH DIRACUNI dengan informasi dan tayangan yang ngga penting..
Oh...Oh..Oh... Akhirnya dosa-dosa media massa pun berubah menjadi WABAH yang harus ditanggung bersama.
(Dhiena "aku peduli maka aku bersuara!", Februari'10)
Tuesday, February 9, 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)