Malam minggu, seperti biasa di kostan,,, menghabiskan waktu di depan laptop dan menyususri dunia maya...
Walau hanya sekedar menge-check email, berJejaring sosial, mulai dari Facebook sampai Tagged, melihat teman2 lama atau teman2 baru yang masuk. Tiba-tiba saja jantungku dag-dig-gug.. duh ada apa ini??? ngga tau kenapa perasaan langsung berubah drastis. Ada sesuatu yang hampa.. aku merasa RINDU... INGIN PULANG.
Dumai, si kota minyak itu benar-benar membuatku SAKIT. Lebih tepatnya HOMESICK... benar-benar kerinduan ini tak terbendung lagi. Entah apa yang membuatku ingin pulang ke sana.... Tapi yang jelas aku merindukan kota-ku yang panas dan berdebu itu. Suasana yang sangat lekat dengan memoriku, dan semua kenangan indah yang terjadi di sana. Aku INGIN PULANG... otak ku hanya menyuarakan itu dan itu lagi... Bunda,, adik,, teman-teman,, aku benar2 merindukan kalian..
Semoga saja keinginan ini secepatnya terwujudkan.. Kembali pulang ke Kampung Halaman adalah sesuatu yang pastinya membahagiakan... AKU RINDU KAMPUNG HALAMAN KU...
--- LOVE DUMAI ---
Saturday, February 20, 2010
Monday, February 15, 2010
Malam ini, entah mengapa ada yang lain yang hadir di hatiku. Perasaan yang telah lama alpa dari hatiku, seolah hadir mengisi kekosongan di sana. Bahagia, itu lah yang kurasakan. Kebahagiaan yang lain, yang jarang sekali ku rasakan beberapa tahun ini. Aku seolah menemukan sisi mata uangku yang lain. Aku menemukan DIA, DIA yang telah lama tidak menyapaku, untuk sekedar menyentuh hatiku, membuatku tersenyum, tersipu sekaligus terbang.
Malam ini, hanya dengan sebuah candaan konyol dan ngga jelas, tapi sangat berarti bagiku. Ada sesuatu yang lain dari pembicaraan kami malam ini. Dia yang telah lama hilang dan hanya ada dalam sebuah kotak dalam hatiku yang paling dalam, kini seakan perlahan-lahan muncul ke permukaan, mengapung di dasar jiwa-jiwa memercikkan bahagia ketika disentuh. Rasanya sudah cukup jika hanya sekedar bercerita dengannya tentang sesuatu yang ngga penting, saling menggoda dengan ejekan yang sengaja diciptakan hanya untuk fun semata. Aku bisa merasakan detakan jantungku yang berpacu dengan aliran darahku, memercikkan keriangan, hingga sunggingan bibirku tak henti-hentinya tersenyum. Aku benar-benar kepayang, apalagi Dia, orang yang selama ini hanya dapat ku pandangi fotonya, orang yang sempat kuinginkan untuk bersama, walau akhirnya semua itu kembali lagi hanya menjadi sebuah "keinginan", dan tampaknya cukup hanya akan menjadi keinginan.
Entah mengapa malam ini aku memberanikan diri meminta (berdoa) kepada Tuhan, untuk menyampaikan perasaanku pada, walau hanya lewat angin. Aku meminta agar Dia bisa merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Aku benar-benar kepayang, sesuatu yang tak pernah ku rasakan beberapa tahun terakhir ini. Perasaan senang, takut, sekaligus pesimis, yah... itulah perasaan yang membuatku mabuk kepayang. Rasanya ada sebuah tantangan untuk memikirkan bagaimana perasaannya yang sebenarnya kepadaku. Aku hanya bermain dengan fikiranku sendiri, berandai-anadi, seumpama dia begini... andaikan dia begitu.. dan semua andai-andai lainnya.
Tapi tampaknya ketakutanku akan segera membangunkanku dari mimpi indah ini, dari perasaan semu ini. Ketekutanku akan segera menuntunku ke jalan kenyataan, bahwa aku tak perlu terlalu berharap dengan semua perasaan itu ataupun bagaimana perasaannya padaku. Ketakutanku yang akan kembali memenjarakan DIA yang sudah lama tersimpan dipeti itu, dan entah kapan akan dapat dibuka kembali.
Yah... malam ini, HANYA malam ini aku BERANI sedikit BERMIMPI, seandainya kami dipertemukan dan dipersatukan. Membiarkan diriku terlena dengan manis semua perasaan ini, tanpa memikirkan sakitnya..
ya... HANYA MALAM INI.
Malam ini, hanya dengan sebuah candaan konyol dan ngga jelas, tapi sangat berarti bagiku. Ada sesuatu yang lain dari pembicaraan kami malam ini. Dia yang telah lama hilang dan hanya ada dalam sebuah kotak dalam hatiku yang paling dalam, kini seakan perlahan-lahan muncul ke permukaan, mengapung di dasar jiwa-jiwa memercikkan bahagia ketika disentuh. Rasanya sudah cukup jika hanya sekedar bercerita dengannya tentang sesuatu yang ngga penting, saling menggoda dengan ejekan yang sengaja diciptakan hanya untuk fun semata. Aku bisa merasakan detakan jantungku yang berpacu dengan aliran darahku, memercikkan keriangan, hingga sunggingan bibirku tak henti-hentinya tersenyum. Aku benar-benar kepayang, apalagi Dia, orang yang selama ini hanya dapat ku pandangi fotonya, orang yang sempat kuinginkan untuk bersama, walau akhirnya semua itu kembali lagi hanya menjadi sebuah "keinginan", dan tampaknya cukup hanya akan menjadi keinginan.
Entah mengapa malam ini aku memberanikan diri meminta (berdoa) kepada Tuhan, untuk menyampaikan perasaanku pada, walau hanya lewat angin. Aku meminta agar Dia bisa merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Aku benar-benar kepayang, sesuatu yang tak pernah ku rasakan beberapa tahun terakhir ini. Perasaan senang, takut, sekaligus pesimis, yah... itulah perasaan yang membuatku mabuk kepayang. Rasanya ada sebuah tantangan untuk memikirkan bagaimana perasaannya yang sebenarnya kepadaku. Aku hanya bermain dengan fikiranku sendiri, berandai-anadi, seumpama dia begini... andaikan dia begitu.. dan semua andai-andai lainnya.
Tapi tampaknya ketakutanku akan segera membangunkanku dari mimpi indah ini, dari perasaan semu ini. Ketekutanku akan segera menuntunku ke jalan kenyataan, bahwa aku tak perlu terlalu berharap dengan semua perasaan itu ataupun bagaimana perasaannya padaku. Ketakutanku yang akan kembali memenjarakan DIA yang sudah lama tersimpan dipeti itu, dan entah kapan akan dapat dibuka kembali.
Yah... malam ini, HANYA malam ini aku BERANI sedikit BERMIMPI, seandainya kami dipertemukan dan dipersatukan. Membiarkan diriku terlena dengan manis semua perasaan ini, tanpa memikirkan sakitnya..
ya... HANYA MALAM INI.
Tuesday, February 9, 2010
Dosa-Dosa Media Massa
Berawal dari mendapatkan sebuah email berantai dari seorang teman, yang berjudul "Bagaimana Merekonstruksi Masa Depan Bangsa Ini?". Berisikan bagaimana tantangan yang dihadapi Sumber Daya Manusia kita semakin mengkhawatirkan saja. Khususnya dalam konteks mempersiapkan generasi masa depan. Mengutip isi pesan tersebut "generasi muda kita dinina bobokan oleh buaian hura-hura secara membabi buta."
Membaca isi pesan tersebut, saya kembali mengingat sebuah pertanyaan yang pernah terlintas di fikiran saya. Pertanyaan yang tak sempat mendapat jawaban atau pun penjelasan selanjutnya, pertanyaan yang saya biarkan seiring dengan "rasa tak perduli" dari orang-orang yang seharusnya peduli. Saya memikirkan, sesungguhnya betapa berat peran sebuah media massa di negara ini. Tak hanya sebagai penyampai informasi belaka, namun -harusnya- lebih dari itu, 'MEMBELAJARKAN MASYARAKAT", dimana masyarakat belajar melalui media (apapun) yang dilihatnya.
Namun melihat kenyataannya, tampaknya media kita harus lebih banyak berkaca dan berbenah diri. Sistem kapitalis atau lebih mencari untung sebesar-besarnya, atau sekedar siapa yang banyak ditonton masayarakat, benar-benar menambah buruk keadaan negara ini.Tidak menyalahkan untuk mengambil untung sebesar-besarnya (sah-sah saja pastinya), namun harus didukung pula dengan hakekat mengapa media massa itu harus ada, yaitu hakekat dasar sebagai membelajarkan masyarakat.
Sesungguhnya, bukankah menciptakan masyarakat (khususnya generasi NOTHING) adalah dosa sebuah media massa. Betapa-sebenarnya- dosa itu harus dipikul sampai akhirnya menghancurkan sebuah negara. Betapa riskan, setiap hari media massa menyuguhkan informasi yang sedikit sekali nilai edukatif. Kebanyakan adalah yang bersifat "ngga masuk akal" dan lebih parahnya "membodohi" masyarakat. Massa di'cekoki' dengan isu-isu yang belum jelas kebenarannya, seolah ingin membentuk opini publik, media massa malah me'mineset' setiap pikiran masyarakatnya dengan ketidak adilan dan ketidak bahagiaan, dan dengan seEnaknya mengatas namakan REALITA.
Infotainment menambah buruk situasi, dengan gosip-gosip ngga penting tentang seorang artis, yang entah apalah hubungannya dengan masyarakat (dalihnya sih untuk konsumsi fans, dan fans harus tau). WHAT??? lalu dimana letak PRIVASI sebagai manusia, kalau semua harus di"telanjangi" sampai ke akar-akarnya. Tentang pernikahan si ini, perceraian si itu, si dia yang hamil di luar nikah... oh my GOD, betapa ironinya semua ini. Bagaimana semua itu akan mencadi cerminan masyarakat negara ini, remaja-remaja zaman ini. Lucunya lagi, bermunculan bak jamur di musim hujan,plagiat-plagiat televisi. Tidak di sinetron, pun di acara-acar kuis atau acara realita. Benar-benar ngga kreatif, menjiplak-plak-plak ide film-film terkenal, acara-acara terkenal di luar negeri, lalu merubah adegan/dialoh atau mengganti nama acara/judulnya saja. Tapi dari semua itu yang paling TRAGIS, semua itu diLEGALKAN dan disiarkan oleh stasiun televisi swasta terkemuka yang HARUSNYA PINTAR dan TAHU kalu itu adalah sebuah penjiplakan.
Tak cukup dengan itu, dunia FILM pun ketularan dengan menampilkan cerita-cerita ngga masuk akal dan lebih tepatnya "sampah" belaka. Mulai dari kehidupan remaja jaman sekarang (yang katanya begitulah keadaannya di masyarakat). Bukankah kalau memang kenyataannya seperti itu hendaknya diberi nilai pembelajaran untuk memperbaiki bukan malah hanya menjual cerita di masyarakat dan menjadi pelajaran tidak baik di kalangan remaja sendiri. Adalagi cerita-cerita HOROR yang katanya diangkat dari urban legend (yang entak berasal dari mana). Yang anehnya pada genre ini, adegan yang dipertontonkan tidak ada kaitannya dengan cerita yang ditawarkan. Adegan2 fulgar dan berani, lebih banyak ditampilkan. JADI sebenarnya para sineas itu berimajinasi HOROR atau PORNO? Masyarakat (khususnya kaum remaja) berbondong-bondong mengantri tiket, membayar dengan mahal untuks ebuah film yang sama sekali tidak mendidik (bukankah itu sama saja dengan MERAMPOK secara TERANG-TERANGAN,ya??)
Dan kini mulai pula dengan persaingan dunia penyiaran berita (News). Bagai ajang IDOL, semua berlomba menjadi siapa yang paling lengkap atau "deep investigation" dalam mengangkat sebuah kasus di negara ini. Tak jarang malah "menghalalkan" HIPORBOLA a.k.a LEBAY dalam penyampaiannya. Semua itu hanya demi satu tujuan yaitu KEUNTUNGAN dan RATTING teratas di kategorinya. Tak ada lagi yang namanya news media yang tak berpihak, yang menyampaikan kebenaran sesungguhnya tanpa harus MENGHAKIMI pihak manapun, media yang seharusnya memberi PILIHAN pada penonton untuk memberi KESIMPULAN, bukan MENGAJAK BERKESIMPULAN SAMA.
LUCU, tapi tak dapat tertawa. Itulah yang saya rasakan ketika membaca email yang saya dapatkan itu. Lucu karena "mereka" semua menjadi badut tontonan yang "berusaha" menghibur masyarakat. Namun sayang, semua hiburan itu tidak dapat saya nikmati karena dibalik itu semua, ada yang telah dikorbankan yaitu GENERASI MUDA yang kelak akan mamikul beban negara ini.
Dari semua itu, pertanyaan yang muncul kembali adalah "Apakah "mereka" (media massa,red) tahu akan dosa yang telah mereka lakukan itu, atau mereka tahu tapi bersikap tidak mau tahu??" Memang sih "katanya" masyarakat cukup pintar untuk memilih dan mencerna informasi dari media massa, tapi teori memang bagai sebuah sisi mata uang yang berbeda, kenyataannya tidaklah demikian. Ternyata masyarakat lebih pintar untuk LEBIH MEMILIH DIRACUNI dengan informasi dan tayangan yang ngga penting..
Oh...Oh..Oh... Akhirnya dosa-dosa media massa pun berubah menjadi WABAH yang harus ditanggung bersama.
(Dhiena "aku peduli maka aku bersuara!", Februari'10)
Membaca isi pesan tersebut, saya kembali mengingat sebuah pertanyaan yang pernah terlintas di fikiran saya. Pertanyaan yang tak sempat mendapat jawaban atau pun penjelasan selanjutnya, pertanyaan yang saya biarkan seiring dengan "rasa tak perduli" dari orang-orang yang seharusnya peduli. Saya memikirkan, sesungguhnya betapa berat peran sebuah media massa di negara ini. Tak hanya sebagai penyampai informasi belaka, namun -harusnya- lebih dari itu, 'MEMBELAJARKAN MASYARAKAT", dimana masyarakat belajar melalui media (apapun) yang dilihatnya.
Namun melihat kenyataannya, tampaknya media kita harus lebih banyak berkaca dan berbenah diri. Sistem kapitalis atau lebih mencari untung sebesar-besarnya, atau sekedar siapa yang banyak ditonton masayarakat, benar-benar menambah buruk keadaan negara ini.Tidak menyalahkan untuk mengambil untung sebesar-besarnya (sah-sah saja pastinya), namun harus didukung pula dengan hakekat mengapa media massa itu harus ada, yaitu hakekat dasar sebagai membelajarkan masyarakat.
Sesungguhnya, bukankah menciptakan masyarakat (khususnya generasi NOTHING) adalah dosa sebuah media massa. Betapa-sebenarnya- dosa itu harus dipikul sampai akhirnya menghancurkan sebuah negara. Betapa riskan, setiap hari media massa menyuguhkan informasi yang sedikit sekali nilai edukatif. Kebanyakan adalah yang bersifat "ngga masuk akal" dan lebih parahnya "membodohi" masyarakat. Massa di'cekoki' dengan isu-isu yang belum jelas kebenarannya, seolah ingin membentuk opini publik, media massa malah me'mineset' setiap pikiran masyarakatnya dengan ketidak adilan dan ketidak bahagiaan, dan dengan seEnaknya mengatas namakan REALITA.
Infotainment menambah buruk situasi, dengan gosip-gosip ngga penting tentang seorang artis, yang entah apalah hubungannya dengan masyarakat (dalihnya sih untuk konsumsi fans, dan fans harus tau). WHAT??? lalu dimana letak PRIVASI sebagai manusia, kalau semua harus di"telanjangi" sampai ke akar-akarnya. Tentang pernikahan si ini, perceraian si itu, si dia yang hamil di luar nikah... oh my GOD, betapa ironinya semua ini. Bagaimana semua itu akan mencadi cerminan masyarakat negara ini, remaja-remaja zaman ini. Lucunya lagi, bermunculan bak jamur di musim hujan,plagiat-plagiat televisi. Tidak di sinetron, pun di acara-acar kuis atau acara realita. Benar-benar ngga kreatif, menjiplak-plak-plak ide film-film terkenal, acara-acara terkenal di luar negeri, lalu merubah adegan/dialoh atau mengganti nama acara/judulnya saja. Tapi dari semua itu yang paling TRAGIS, semua itu diLEGALKAN dan disiarkan oleh stasiun televisi swasta terkemuka yang HARUSNYA PINTAR dan TAHU kalu itu adalah sebuah penjiplakan.
Tak cukup dengan itu, dunia FILM pun ketularan dengan menampilkan cerita-cerita ngga masuk akal dan lebih tepatnya "sampah" belaka. Mulai dari kehidupan remaja jaman sekarang (yang katanya begitulah keadaannya di masyarakat). Bukankah kalau memang kenyataannya seperti itu hendaknya diberi nilai pembelajaran untuk memperbaiki bukan malah hanya menjual cerita di masyarakat dan menjadi pelajaran tidak baik di kalangan remaja sendiri. Adalagi cerita-cerita HOROR yang katanya diangkat dari urban legend (yang entak berasal dari mana). Yang anehnya pada genre ini, adegan yang dipertontonkan tidak ada kaitannya dengan cerita yang ditawarkan. Adegan2 fulgar dan berani, lebih banyak ditampilkan. JADI sebenarnya para sineas itu berimajinasi HOROR atau PORNO? Masyarakat (khususnya kaum remaja) berbondong-bondong mengantri tiket, membayar dengan mahal untuks ebuah film yang sama sekali tidak mendidik (bukankah itu sama saja dengan MERAMPOK secara TERANG-TERANGAN,ya??)
Dan kini mulai pula dengan persaingan dunia penyiaran berita (News). Bagai ajang IDOL, semua berlomba menjadi siapa yang paling lengkap atau "deep investigation" dalam mengangkat sebuah kasus di negara ini. Tak jarang malah "menghalalkan" HIPORBOLA a.k.a LEBAY dalam penyampaiannya. Semua itu hanya demi satu tujuan yaitu KEUNTUNGAN dan RATTING teratas di kategorinya. Tak ada lagi yang namanya news media yang tak berpihak, yang menyampaikan kebenaran sesungguhnya tanpa harus MENGHAKIMI pihak manapun, media yang seharusnya memberi PILIHAN pada penonton untuk memberi KESIMPULAN, bukan MENGAJAK BERKESIMPULAN SAMA.
LUCU, tapi tak dapat tertawa. Itulah yang saya rasakan ketika membaca email yang saya dapatkan itu. Lucu karena "mereka" semua menjadi badut tontonan yang "berusaha" menghibur masyarakat. Namun sayang, semua hiburan itu tidak dapat saya nikmati karena dibalik itu semua, ada yang telah dikorbankan yaitu GENERASI MUDA yang kelak akan mamikul beban negara ini.
Dari semua itu, pertanyaan yang muncul kembali adalah "Apakah "mereka" (media massa,red) tahu akan dosa yang telah mereka lakukan itu, atau mereka tahu tapi bersikap tidak mau tahu??" Memang sih "katanya" masyarakat cukup pintar untuk memilih dan mencerna informasi dari media massa, tapi teori memang bagai sebuah sisi mata uang yang berbeda, kenyataannya tidaklah demikian. Ternyata masyarakat lebih pintar untuk LEBIH MEMILIH DIRACUNI dengan informasi dan tayangan yang ngga penting..
Oh...Oh..Oh... Akhirnya dosa-dosa media massa pun berubah menjadi WABAH yang harus ditanggung bersama.
(Dhiena "aku peduli maka aku bersuara!", Februari'10)
Subscribe to:
Posts (Atom)